Analisis Kepastian Hukum Produk Makanan Belum Bersertifikasi Halal Bagi Konsumen Muslim (Analisis Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal)
Abstract
Latar belakang penelitian ini adalah semakin berkembangnya zaman maka banyak pula pengusaha kecil yang bermunculan dengan berbagai inovasi makanan dan minuman yang beragam. Yang kebanyakan dari mereka hanya sekedar berniaga untuk mendapatkan keuntungan tanpa menghiraukan prosedur peraturan negara. Melihat deskripsi tersebut, penulis terdorong untuk mengetahui lebih mendalam mengenai ANALISIS KEPASTIAN HUKUM PRODUK MAKANAN YANG BELUM BERSERTIFIKASI HALAL BAGI KONSUMEN MUSLIM (ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL). Skripsi ini melaporkan hasil penelitian dengan rumusan masalah : (1) Faktor apa saja yang mempengaruhi banyaknya pengusaha yang belum melakukan sertifikasi halal?, (2) Bagaimana kepastian hukum produk makanan yang belum bersertifikasi halal menurut undang-undang?.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif dan jenis studi kasus dengan prosedur pengumpulan data melalui langkah observasi, wawancara, dokumentasi, triangulasi. Data Reduction (Redaksi Data), Data Display (Penyajian Data), Verifikasi Data (Proses Penarikan Kesimpulan).
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh simpulan bahwa (1) Dari hasil survey atau penyinkronan antara data kajian liteatur dengan kajian lapangan diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi peran sertifikasi halal di Indonesia yaitu egoisme dan percaya diri pelaku usaha yang tinggi, kurangnya pengetahuan pelaku usaha mengenai Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi halal, lebih tertarik dengan sertifikasi gratis, serta tergolong usaha kecil dan masih baru. (2) Dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan sama-sama menyatakan bahwa suatu produk dinyatakan halal jika tertera label halal pada produknya. Selain itu Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, juga menegaskan bahwa suatu produk dinyatakan halal jika terdapat label halal dan sudah bersertifikasi halal. Dan bagi konsumen yang merasa dirugikan bisa menyelesaikan perselisihan antara konsumen dan entitas ekonomi melalui pengadilan atau melalui pengadilan yurisdiksi umum. Tuntutan tersebut juga termasuk dalam hal belum dilakukannya sertifikasi halal pada produk yang dibeli oleh konsumen atau yang diedarkan, hal tersebut mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.